Gig Review: Djakarta Artmosphere 2011

News

Written by:

“Oh semesta…
Simfonimu tiada pernah nyata
Paduan nada mengiringi hidupmu
Insan… niskala..”

Jockie Suryoprayogo telah tenggelam di balik tumpukan keyboard, organ, grand piano, synthesizer, dan entah apalagi. Mimik serius terpasang pada raut wajahnya, pertanda konsetrasinya sedang terbagi pada jemari-nya yang sedang menjelajahi ruas tuts serta microphone yang menodong di depan wajahnya. Sementara itu, saya yang berdiri sekitar sepuluh meter dari depan panggung menjadi saksi hidup betapa Jockie masihlah perkasa memamerkan jejak kejayaan-nya di masa lalu. ‘Citra Hitam’, salah satu lagu yang dia mainkan bersama Pure Saturday di panggung utama, adalah bukti yang tidak terbantahkan sekaligus menjadi momen paling mendebarkan buat saya di Djakarta Artmosphere 2011.

Sebelum panggung utama dibuka, Djakarta Artmosphere 2011 yang berlangsung pada Sabtu, 22 Oktober kemarin telah dimulai dengan bergetarnya panggung Joyland di luat Tennis Indoor Senayan sejak sore hari. The Experience Brothers, Luky Annash, White Shoes and The Couples Company, Sir Dandy, serta Dialog Dini Hari menjadi pengisi acara yang secara bergantian meramaikan panggung bernuansa trance tersebut. Puji Tuhan, satu hal yang saya syukuri adalah hujan urung turun di Senayan sore itu, hingga nyawa panggung Joyland yang tidak beratap dapat terselamatkan hingga penampil terakhir, Dialog Dini Hari, menyelesaikan setlist mereka. Bekal dengan gizi yang lebih dari cukup sebelum para penontong merangsek ke panggung utama.

Lewat pukul setengah delapan malam, panggung utama Djakarta Artmosphere 2011 akhirnya dibuka oleh kolaborasi hangat antara Endah N Rhesa serta Margie Segers. Berbicara tentang Margie Segers, mustahil untuk tidak melayangkan ingatan pada ‘Semua Bisa Bilang’. Dan benar saja, efek lagu ini terasa begitu menyenangkan saat dibawakan kembali oleh perempuan paruh baya namun keren tersebut. Saat Margie bernyanyi, “Cinta itu bukanlah main-mainan..tapi pengorbanan..”  sembari bertolak pinggang dan menunjuk ke arah penonton, yang tersisa hanyalah kehangatakan layaknya seorang nenek yang tulus menasehati cucunya.

Sayangnya saya harus mengatakan bahwa ekspektasi saya pada kolaborasi Sarasvati dan sang legenda Keenan Nasution tidak terpenuhi. Komunikasi yang terjalin di atas panggung belum  mampu menjembatani gap generasi yang terbentang di antara mereka. Alhasil, “Jamrud Kathulistiwa” yang seharusnya menjadi puncak kolaborasi mereka, terasa begitu tanggung. Meski begitu, kehadiran Keenan Nasution setidaknya mampu memberi edukasi tambahan buat generasi muda yang selama ini menyangka bahwa “Nuansa Bening” adalah lagu ciptaan Vidi Aldiano.

Harusnya riuh penonton juga pecah saat kolaborasi terakhir yang menampilkan BRNDLS dan Koes Ploes digelar di atas panggung. Saya tahu, Eka Annash telah mengeluarkan segala daya dan upaya untuk memantik semangat penonton. Apa mau dikata, penonton yang kelelahan akibat acara yang meleset sekian puluh menit dari run-down hingga lewat tengah malam menjadi faktor utama yang membuat penonton begitu pasif menyambut kolaborasi BRNDLS dan Koes Plus.

Andai manajemen waktu dapat dilakukan dengan lebih baik, seharusnya Djakarta Artmosphere tahun ini dapat diakhiri dengan klimaks. Akibatnya fatal, saat semangat penonton mulai terpompa pasca aksi BRNDLS serta Yon Koeswoyo yang begitu menyengat membawakan “Kelelawar Hitam” dan lagu enerjik lain semisal “Jemu”, dengan sangat menyebalkan konser harus berakhir dengan mendadak.

Buat saya, Djakarta Artmosphere tahun ini bagai sebuah pesta ulang tahun meriah.…yang sayangnya harus berakhir tanpa prosesi tiup lilin.

Risyad Tabattala
Photos Agra Suseno

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *