Interview : DEKADENZ

InterviewsNews

Written by:

Lantai dansa di klub-klub malam makin menggeliat beberapa bulan belakangan ini. Baik acara dance music yang wajib tiap minggunya digelar ataupun berkala. Itu tidak hanya di ibukota, kota-kota besar lainnya pun ikut memanaskannya. Masing-masing mempunyai karakter yang unik. Salah satunya mungkin DEKADENZ yang musik elektronik experimental menjadi bumbu utama di sini. Pertama kali digelar di Mondo Rooftop, Fatmawati. Sabtu 3 Desember 2016, kali keduanya di gelar di FJ on 7, Kemang. Kita pun berkesempatan mewawancarai ketiga founder DEKADENZ yang selengkapnya bisa kalian baca dibawah ini;

Ada kriteria khusus nggak sih dalam mengkurasi selectors DEKADENZ?

Ridwan : Musik-musik DEKADENZ terinspirasi genre-genre yang lebih Leftfield, seperti experimental, electronic, post punk, dan bahkan ethnic rhythm. Selama performance dari music dan bahkan visualnya mempunya element tersebut akan cocok di kriteria kita.

Aditya : Simplenya, musik dengan kriteria synthesis dan suara drums dan perkusi tertentu.

Ojon :  Suara suara aneh yang mencekam dimainkan memakai drum machine, guitar fx , synth

 

Dari kacamata kalian bertiga, gimana sih perkembangan dance music lokal dari ranah arus pinggir?

Ridwan : Perkembangan dance music lokal ada, pelan-pelan berkembang menyesuaikan kondisi Jakarta yang cukup challenging dari sisi masyarakatnya. Venue-Venue baru dan program-program nya mulai ada, tapi masih banyak yang bisa dikembangkan.

Aditya : Musik elektronik indie dan mainstream sedang di fase membangun. Makin berkembang terus. Karena semua orang bisa menampilkan karyanya secara online. Jadi makin banyak orang berkarya.

Ojon : Perkembangan teknologi yang pesat di produksi musik dan industri musik bikin lebih mudah para musisi untuk berkarya serta merilis dirinya sendiri. Sekarang waktu yang tepat untuk berkarya.

 

Apa yang membedakan DEKADENZ dengan acara dance music lainnya?

Aditya : Musik Kita

Ojon : Musik dan suasana party-nya

Ridwan : Kami serba DIY dan Leftfield. Yang kami explore adalah kolaborasi dengan live performance. seperti band, DJs dan artist visual yang cocok dengan konsep kita.

 

Apa pendapat kalian tentang fenomena “Everybody Wants To Be A DJ”?

Ridwan : DJ is a good thing, apalagi dengan kemudahan technology akan semakin mempermudah orang-orang untuk niat menghibur dan sharing musik mereka. Semangat seperti itu akan membantu nightlife industry untuk melahirkan new talent.

Ojon : Tidak masalah buat gue.

Aditya : Selama tidak menganggu dj yang sedang perform tidak masalah.

 

DEKADENZ ada rencana bikin kompilasi? Atau hanya acara rutinan saja?

Aditya : Mau bikin podcast berseri. Kumpulan musik pilihan band ataupun dj lokal yang menyuarakan visi musik Dekadenz.

Ridwan : Bikin kompilasi secara resmi belum ada, Masih hanya dalam format live recordings atau podcast di mixcloud. Kita usahakan acara DEKADENZ rutin di Jakarta dan diluar kota.

 

Gimana tanggapan kalian dengan masyarakat lokal yang masih taboo tentang skena dance music?

Ridwan : It’s not so taboo anymore. Industry nightlife di Jakarta sudah berjalan dari tahun 90an, dan sudah cukup banyak yang terjadi, yang penting selalu positive untuk berkarya.

Aditya : Kita berharap industri musik klub malam akan makin berkembang dengan hadirnya klub malam dengan ukuran kecil ke sedang dengan soundsystem yang memadai. Juga makin banyaknya kutu musik ( pecinta musik ) yang keluar ke klub malam.

Ojon : Same

 

Sabtu nanti kali ketiga DEKADENZ digelar, memberi suguhan spesial apa nantinya?

Ridwan : Sabtu ini adalah party ke 3 kita di Jakarta, dan pertama kali kolaborasi dengan Rimbawan Gerilya, a motion graphics artist. Excited to see visual and our music selection merge for the first time.

Ojon : Dan gue pribadi akan coba memainkan lagu2 dari solo album untuk taun depan.

dekadenz-__-3-dec-2016-__-fj-on-7-kemang

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *