DRS Special Interview : Anggun Priambodo dan Film Rocket Rain.

FeaturedInterviewsMovie

Written by:


Kamis 13 Februari 2013, Deathrockstar coba mewawancarai Anggun Priambodo, seorang sutradara yang banyak berpartisipasi di pameran seni visual baik dalam atau luar negeri dibilangan Darmawangsa. Pria lulusan Institut Kesenian Jakarta (IKJ) ini juga tergabung menjadi vokalis band bernama Bandempo, tapi karena satu dan lain hal, mereka vakum sebelum masuk era milenium. Kebanyakan karya yang dipamerkan Anggun berupa film pendek seperti “Belkibolang”. Di tahun 2003, Anggun bersama the Jadugar pernah meraih penghargaan “Best Director” di ajang Indonesia MTV Music Awards saat menaungi video musik untuk LAIN – “Train Song”.

Tapi layaknya naluri sutradara, rasa klimaks bisa ia temukan setelah membuat film panjang. Deathrockstar berkesempatan menonton Rocket Rain secara eksklusif di Subtitle, Darmawangsa. Secara keseluruhan film ini menceritakan kehidupan personal Anggun Priambodo sebagai single parent yang dia kemas ke dalam film. Selepas menonton, barulah sesi interview dimulai dari membicarakan apa standar keluarga menurutnya. Serta mengupas sedikit tentang karakter tokoh film Rocket Rain hingga adegan-adegannya. Sebelum menyambut “Film, Musik, Makan” yang akan digelar di Goethehaus, Jakarta dalam rangkaian meramaikan Bulan Film Nasional 2014.

Screen Shot 2014-02-20 at 5.14.36 PM

+ Apa latar belakang tercetusnya Rocket Rain sebagai judul? Diluar dari salah satu pemeran film ini bernama Rain Chudori.

– Dengan mencari elemen apa yang gue suka aja dari film. Kalau dibuat judul jadi menarik karena gak ada definisi khusus tentang judul ke filmnya. Tapi lebih kayak, “Kok enak ya kalau ini dijadiin judul?” Jadi elemen-elemen tadi bisa berdiri sendiri dalam film tersebut.

+ Secara keseluruhan, lokasi semua diambil di daerah Bali. Kenapa lu hanya fokus di satu daerah/kota itu? Kenapa nggak mencoba juga ke kota lain?

– Setahun sebelum film itu dibuat, gue buat projek videonya Zeke Khaseli untuk album terbaru dia yang bertajuk “Fell In Love With The Wrong Planet”. Itu gue shoot sendirian selama seminggu, keliling bawa kamera, nyewa mobil.

Itu sih alasan utamanya. Jadi kalau lu udah nonton video Fell In Love With The Wrong Planet yang berdurasi 36 menit, auranya sama kayak Rocket Rain. Lalu, muncul ide bikin film panjang  dengan lokasi yang hampir sama.

Membuat diluar kota juga bagian dari siasat. Setiap orang pasti lebih paham tentang kondisi kotanya yang punya andil gak enak buat bekerja dari sisi waktu. Ambil contoh jam bekerjanya bisa membuat untuk nggak on time, dari nggak on time tersebut jadi mempengaruhi mood, emosi, apapun itu. Kebayang kalau gue buat film di kota yang brengseknya kayak gini, yang  seharusnya semangat malah jadi nggak! karena ada hal-hal yang tidak bisa kita prediksikan.

+ Konten utama film ini hanya berisi curhatan antara lu sama mas Tumpal kan? Mengenai masalah dalam membina keluarga. Dan sebagian cerita berdasarkan pengalaman Anggun. Apakah seluruh script yang udah digarap, harus minta izin atau revisi ke mantan istri lu lagi? Apa tanggapan setelah melihat semuanya?

– Ya, ini rancangan gue sama Tumpal. Jadi ada satu karakter yang namanya Jansen yang bermasalah sama keluarganya, karena pada kenyataannya gue juga single parent, dan sebenernya ini udah kayak kisah nyata. Total Tumpal yang menulis script.

Mantan istri gue namanya Echa, pas gue kasih liat script-nya (gue lupa di draft berapa), cuman pengen tahu responnya dia bagaimana. Karena masih berhubungan sama dia juga. Responnya, gak ada masalah sama sekali tentang semuanya. Tapi cuman berkomentar “Lu berani banget membicarakan ini.”

+ Salah satu karakter absurd dalam film ini adalah si Rain. Kemunculan sendiri itu terbilang tidak biasa. Bisa dijelaskan peran dia disini itu sebagai apa?

– Karakter Rain itu… Hmm, dia teman baru, dia juga seorang perempuan kecil. Seperti hubungan yang umum layaknya perempuan masuk ke dalam hidup laki-laki. Entah dari unsur ketidak sengajaan atau direncanakan. Seperti adegan Rain muncul dari air terjun, dengan cara itu ajalah gue menghadirkan karakter dia. Emang tidak mau dibuat biasa layaknya kenalan. Jadi gue buat lebih misterius. Siapa dia? Munculnya pertama kali bagaimana? Hilangnya dia bagaimana? Bukan hal penting yang buat gue mendiskripsikan keberadaan dia, tapi emang ada sosok perempuan dalam film ini. Cuman cara-cara dia hilang secara gak normal itu yang beranggapan ‘dia ini orang atau bukan ya?’ Tentu saja Rain itu orang. Begitulah sudut pandang gue melihat perempuan setelah berpisah. Karakter gue melihat perempuan ya caranya seperti itu dalam Rocket Rain.

Screen Shot 2014-02-20 at 5.15.12 PM

+ Ada juga adegan lu berdua bersama Rain mengibaratkan bunga seperti vagina. Apa ada definisi khusus lu mengganti kata ‘bunga’ menjadi alat kelamin wanita itu? 

– Ide ini tercetus pertama kali sewaktu mengajak Rain ke Bali untuk cek lokasi. Dia menemukan bunga yang beneran mirip sama vagina, tiba-tiba kita semua kaget akan responnya dia. Emang ada bunga yang mirip dengan vagina? Akhirnya kita masukan ke dalam skenario. Rain orangnya spontan dan kreatif banget. Menarik melihat hal-hal spontan yang dia lontarkan kepada kita semasa shooting. Gue juga banyak belajar atas spontanitasnya dia.

+ Sebenernya dari awal sampai tengah cerita gak ada hal yang membicarakan tentang seks atau apa. Tapi, sang supir bernama pak Kancil malah menyuguhkannya di akhir-akhir film. Apa yang Anggun coba sampaikan tentang karakter pak Kancil tersebut?

– Selalu ada orang lokal, dimana kalo kita sebagai pendatang di tempat yang baru membutuhkan seorang guide. Jadi gue emang pengen ada karakter seorang warga lokal yaitu pak kancil sebagai supir. Jalan-jalan take video. Dan kebanyakan orang lokal memberi info tentang keadaan yang sesungguhnya tempat dimana bagi si pendatang. Info-info pak Kancil malah sangat membantu sekali. Jadi fungsinya, jelas dia yang membuka segala hal yang baru bagi pendatang. Sebagai orang asing, pasti butuh cerita” yang diutarakan oleh Pak Kancil sebagai penduduk lokal. Tidak ada kaitannya tentang seks atau sejenisnya.

+ Dan, kenapa memilih penyu sebagai penutup cerita Rocket Rain? 

– Dulu banyak Penyu sebagai hiasan dirumah tangga, kita banyak temui Penyu diawetkan dijual hingga dipinggiran jalan, proses Penyu bertelur, lalu hidup mengembara, meninggalkan ratusan telurnya, sebagai siklus.

+ Rocket Rain banyak menceritakan tentang bagaimana membina sebuah keluarga dari cara pandang laki-laki. Menurut Anggun sendiri, apa standar ideal dari sebuah keluarga?

– Sebagai lingkungan pertama kali yang dipenalkan anak oleh orangtuanya ini jadi sarana transfer ilmu apapun yang dimiliki generasi tua ke yang muda, dan lalu akan mengalami pergeseran seiring perubahan jaman yang berbeda, maka usia tidak akan lagi jadi ukuran hirarki semata, sudah tidak bisa lagi memaksakan pikiran sempit sebagai orang tua juga sebagai anak, yang tua belajar dari yang muda, juga sebaliknya, proses itu tidak akan pernah berhenti.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *