Nearcrush, duka cita, kematian dan seni-seni modern. (Bloodsports & Modern Arts review)

FeaturedReviews

Written by:

Sekitar awal tahun 2000, saya berbaring di sofa sambil mendengarkan album “Something to Write Home About” yang baru saya pinjam, sambil menikmati cover bergambar dua robot sedang bersandar satu sama lain. Saat itu milenia baru berjalan beberapa bulan, saya sedang di penghujung akhir libur kelulusan SMU dan sebentar lagi harus masuk kuliah.

Tidak seperti remaja lainnya yang menghabiskan liburan kelulusan dengan petualangan macam cerita American Graffiti yang mungkin jadi inspirasi cover album Nearcrush ini; saya kebanyakan di rumah saja mendengarkan musik, membaca buku atau kadang nyoba bikin lagu kayak band-band yang lagi saya dengarkan. Yang mana tidak berhasil.

The Get Up Kids, Jimmy Eat World, My Vitriol, Nada Surf, Sonic Youth, album-album awal Foo Fighter adalah hiburan saya saat itu. Sensibilitas baru yang ditawarkan dan kenyamanan suara distorsi plus cengkok-cengkok vokalis yang kadang fales kadang tidak merdu tapi terdengar tulus bernyanyi atau ngomong.

Saya juga yakin era ini memberikan inspirasi bagi band-band lokal seperti Sajama Cut, Vague, Barefood, Skandal, dan Nearcrush yang baru saja merilis “Bloodsports & Modern Arts”. 


Profile mereka di website Dissaster ( https://disasterposse.com/roster/nearcrush/ ) mendeskripsikan album ini dengan kalimat

“…an album consisting of alt-rock songs ranging from fuzzy driven guitars, wet choruses, and the best elements from space rock anthems to blissful shoegazing sounds…”

Memang rata-rata review mengenai album Nearcrush ini mencantumkan “nostalgia musik indie rock 90-an”, saya rasa cukup menjelaskan. Isi album ini memang langsung bikin saya ingat masa-masa itu; berbaring sambil baca dan menikmati cover.

Nearcrush Bloodsports and Modern Arts album cover
bagian dalam kover yang didesain oleh Herry Sutresna

Nearcrush adalah Kevin Arifin, Aldy Kusumah & Deatless Ramz, ketiganya bukan orang baru di skena musik. Aldy Kusumah adalah penulis review dan artikel film di berbagai media, dikenal juga sebagai bagian dari Jolly Jumper dan pemilik clothing line Bastards of Young. Pada suatu masa, Aldy bisa menghabiskan banyak waktu untuk membahas beda film dan movie. Deathless Ramz akhir-akhir ini dikenal sebagai seniman komposisi soundscape; Deathless, selain juga dikenal sebagai pemilik The Throne Room.

Seperti judulnya, album ini disusun sedemikian rupa, dengan referensi dari berbagai elemen pop-culture menjadi semacam cerita atau perjalanan spiritual Aldy Kusumah memahami makna eksistensial, duka cita dan kematian.

Tiga topik tersebut; eksistensial, duka dan kematian adalah topik yang saya tangkap dalam berbagai kesempatan di album ini.

Album ini dibuka dengan track “The Wolf & The Cub I”; bisa jadi mengambil referensi dari manga “The Lone Wolf and Cub” komposisi instrumental 1.28 menit akan suara distorsi gitar yang kusut mengawang-ngawang dengan berbagai lapisan suara. Cukup menawarkan kenikmatan bebunyian yang menyamankan a’la indie rock 90-an akhir.

Dilanjutkan dengan Tidal Wave, yang gitu-gitu aja kayak rutinitas hidup akhir-akhir ini. Lagu demi lagi berlanjut tanpa gangguan berarti, senyaman dan santai jalan-jalan sore di lingkungan komplek suburban dan merenungi makna eksistensi kehidupan sambil mencoba memahami makna duka cita dalam hidup.

“We’re clinging our lives fact or fiction, it’s survival in space in time” – Hazy Days
“Embrace me to eternity. We’ll meet again, someday I don’t know” – Divine Confetti

Seperti film, album ini adalah satu kesatuan cerita, dengan proses menuju klimaks di lagu “Prizefighter Deathblow”, saya hanya menerka ini mereferensi game tinju.

Disambung “The Fountainhead Palace” yang turut menampilkan vokal Alexandra J. Wuisan (Sieve).  Lagu ini mungkin mereferensi sebuah tempat dan kejadian di video game Sekiro: Shadows Die Twice. Jika Prizefighter Deathblow bagian menuju klimaks, maka The Fountainhead Palace ini adalah saat tokoh utama harus mengambil keputusan penting.

“…are you afraid? I should’ve let you know. Are you afraid?…” 

Kemudian akhirnya ditutup dengan Tanhauser Gate, sebuah referensi ke Blade Runner rilisan 1982, yang menjadi akhir dari cerita.

Sebuah album yang menyenangkan, terutama kalau dinikmati sambil membaca lirik dan menikmati cover. Sambil menerka-nerka lagu ini atau lirik ini mereferensi potongan budaya pop yang mana.

Album ini bisa dipesan via https://disasterposse.com/shop/ atau distributor lain.


Inlay booklet, diisi lirik dan foto-foto karya Ivan Aruka, Aldy K, & Deathless Ramz
nearcrush mel's drive in

Comments are closed.