Interview : Indische Party Paska Rekaman di Abbey Road Studios

FeaturedInterviews

Written by:

CONVERSE Inc. memperkenalkan musisi-musisi terbaik yang dipilih untuk mengikuti program global Converse Rubber Track, menawarkan proses rekaman di 12 tempat rekaman/ studio legendaris di seluruh dunia, tanpa dipungut biaya apapun alias secara gratis. Selama periode pandaftaran, sekitar lebih dari 9000 musisi internasional yang baru ataupun yang sedang naik daun mendaftarkan dirinya di dalam acara yang menawarkan kesempatan satu dalam seumur hidup mereka, dan total 84 penampilan, perwakilan dari 28 negara, akan berpartisipasi dalam proses rekaman dan juga menjadi bagian dari sejarah music

Abbey Road Studios merupakan salah satu studio legendaris yang pernah ada di dunia. Pertama dikenal dengan nama EMI Studio sebelum diambil alih Universal Music. Namanya pun akhirnya menggaung luas di era 60’an saat Pink Floyd, The Hollies, Badfinger rekaman disana. Belum lagi saat The Beatles mengapresiasi studio tersebut menjadi judul album ketujuhnya. Salah satu yang membanggakan, Indische Party unit Rhythm & Blues asal Jakarta yang menjadi satu-satunya perwakilan dari Indonesia dan terpilih dari 84 musisi pilihan dari seluruh dunia berhasil diberangkatkan untuk rekaman EP di program global Converse Rubber Tracks 2015. Kamipun menyempatkan melakukan wawancara untuk mendengar cerita-cerita menarik yang mereka bawa setelah rekaman di Abbey Road Studios.

Diantara kalian ada yang punya cita-cita ke Studio Abbey Road?

Jafar  Shadiq: Gue! Dari jaman SMA gue udah punya cita-cita mau ke Abbey Road. Soalnya dulu waktu SMA pernah The Beatles dan The Rolling Stone gitu. Gara-gara albumnya Abbey Road milik John Lennon dan kawan-kawan gue jadi tahu ternyata itu tempat rekamannya The Beatles. Misalnya, berandai-andai rekaman di Abbey Road keren juga kali ya.

Andre Idris (Kubil): Kalau gue pribadi gak terlalu spesifik mau ke Abbey Road’nya, tapi kepingin punya rumah model kayak gitu. Asyik juga sih.

Jakobus Dimas: Gue sih malah ke negaranya, Inggris, cuman kalau buat ke Abbey Road mimpi aja gak sanggup kayaknya.

Tapi kalian tahu musisi/band yang pernah rekaman disana siapa saja?

Jakobus: Pasti The Beatles yang pertama kita tahu, Pink Floyd, Cliff Richard, Fela Kuti. Kalau dari Indonesia ada Gigi sama J-Rock.

Berarti diantara musisi-musisi yang disebutkan tadi ada musisi favorit kalian juga ya?

Jakobus: Kalau di era 60-an sih emang ada dan keren-keren hasilnya.

Kalian banyak yang melabelkan band Rhythm & Blues 60’an. Buat Indische Party (IP) sendiri setuju atau nggak dengan pelabelan tersebut?

Jafar: Ya dasar Rhythm & Blues itu kan awalnya musik dari Rolling Stone. Tapi kami gak mau stuck disitu aja sih masih bisa eksplorasi lebih banyak lagi. Dan kita gak berani melabelkan kita band genre apa, takutnya hal itu malah membatasi diri. Rhythm & Blues itu kan skill dasar kalau udah bisa main dua-duanya udah enak banget.

Jakobus: Malahan kita disebut dari Converse band pop hahaha. Bebas sih orang mau melabelkan kita apa, yang penting benang merahnya tetep nuansa 60’an.

Berbicara soal Converse kalian terpilih sebagai pemenang Converse Rubber Tracks dan berhasil diberangkatkan Abbey Road. Bisa diceritain proses awal kalian kepilih sebagai pemenang kompetisi ini?

Jafar: Untuk 2015 pemenang dipilih langsung dari Amerika waktu itu. Waktu kita latihan, John Navid (Drummer WSATCC) untuk ikutan Converse Rubber Tracks 2015, maka Ben Mukti, manager baru kami yang sedang gesit-gesitnya langsung mengurus dan mendaftarkan Indische Party. Waktu itu gue masih patah kaki jadinya kegiatan gue terbatas.

Punya ekspetasi bakalan menang nggak waktu itu?

Jafar: Ya, nothing to lose sih. Menang ya berangkat, gak menang ya gak apa-apa juga. Tapi, feeling gue banyakan menangnya sih hahaha.

Jakobus: Emang nggak ada kepikiran menang atau nggak sih waktu itu.

2015.09.21.AbbeyRd_IndischeParty-6264

Bagaimana proses dan sistem rekaman selama di Abbey Road? Apa yang membedakan dengan rekaman di Indonesia?

Jafar: Lebih dipacu pas bikin lagunya sih waktu itu karena stock lagunya abis hahaha. Akhirnya dibikin baru.

Jakobus: Makanya bikin lagunya se-spontan itu, sayang soalnya kalau mau pakai salah satu lagu di album kedua.

Tika Pramesti: Gue dapet banyak ilmu selama disana. Check sound pertama kan drum, itu merupakan check sound tercepat yang gue alami. Gak nyampe 30 menit udah selesai. Gue disuruh milih snare dan gue tertarik sama satu snare dari tahun 1939 dan itu suaranya jazzy banget. Tapi disarankan memakai snare lain karena suaranya tenggelam hi-hat pas dengar hasilnya. Dan snare yang lain itu lebih powerfull. Tanpa mengurangi sound vintage yang dipingini.

Jadi, totally semua yang kalian rekam itu 2 materi baru? Atau materi lama dalam kemasan baru?

Jafar: Satu baru tapi satu lagi stock lama cuman dulu judulnya “No Matter What They Say” yang gue ubah jadi “Kubutuh Poundsterling” yang sebenernya ini simpenan buat album kedua tapi karena menang kompetisi ini jadinya kepakai. Tapi liriknya gue bikin jadi berbahasa Indonesia sama ubah aransemen. Satu lagi judulnya “On Vacation” baru banget tuh. Berhubung pagi-pagi udah tahu menang, diajakin nge-jam di studionya Kubil pas itu masih instrumennya saja. Dengan jangka waktu dua hari hahaha

Jakobus: Bisa dibilang prosesnya ngebut juga, setelah menang, ngejam, latihan sekali, abis itu gue sempat produksi dulu buat layar lebar, terus ketok palu tanggal 20 september berangkat kesana. Dengan modal cuman ngerekam instrumennya lewat aplikasi HP gue dengerin sambil beraktifitas, mikirin “enaknya bagian sini diisi nada seperti ini”. Cuman bisa nerawang dan tanggal 16-19 September rekam besoknya cabut.

Jafar: Biasanya kalau lagu-lagu yang pengerjaannya ngebut malah yang lebih enak.

2015.09.21.AbbeyRd_IndischeParty-6436

Wah, berarti chemistry kalian satu sama lain udah nyambung banget dalam penggodokan materi?

Jafar: Nggak juga sih, cuman kita tahu batasan kita masing-masing sampai segimana buat nuansa 60’an lalu kita eksplorasikan kembali. Kayak ada perjanjian tidak tertulis, kita bisa main sampai tahap segini, buat dibikin lebih lagi nggak mampu. Semampunya saja. Paling banyak lima kunci di lagu kita hahaha

Jakobus: Permainan kita gak skillful juga. Yang penting soul’nya.

Selama enam hari penuh kalian menggodok semua materi dan rekaman disana?

Kubil: Nggak, kita dikasih jatah dua hari buat rekamannya secara bermain langsung.

Jafar: Sebelumnya kita juga udah berbalas-balasan email sama sound engineer yang menangani kita bernama Alan O’Connell. Kita request saja kalo kita rekaman itu nyamannya begini, dan bilang kita gak nyaman kalau pakai metronom. Kita gak terlalu suka hasilnya rapih dan dapat meng-capture secara langsung vibe saat bermain di studio. Dua hari itu maksimalin sampai proses mixing. Gak perlu ada ‘polesan’ disini lagi.

Jakobus: Rencananya kalau sempat waktu mau rekaman satu lagu lagi. Melihat udah nggak memungkinkan, kita fokus ke dua lagu tersebut.

Memangnya tuntutan rekaman dua lagu itu dari kalian apa dari pihak Converse?

Jakobus: Mereka (Converse) bebasin mau berapa lagu, cuman dikasih beberapa shift selama dua hari itu.

Jafar: Jadi katanya pemenang lain ada yang rekaman di tempat dan mixingnya dirumah.  Beda-beda prosesnya. Dan untuk Indische Party sendiri mixingnya langsung dari tangan O’Connell.

Jakobus: Seolah-olah dia jadi pemain juga di rekaman kedua lagu ini. Sistemnya juga praktis kalau dari mereka. Dikasih saran dan nyamannya bermain. Bukan secara tehnik aja tapi mood kita dijaga juga selama disana dari suasana ruangan rekaman. Enjoy deh pokoknya.

Kubil: Modelnya self-service gitu, misalkan di monitor kita kekencengan nih bisa diatur sendiri di ruangan masing-masing. Suka-suka sendiri mau volumenya seperti apa. Bikin nagih pula.

Jafar: Iya, sayangnya banget gue gak cobain main gitar. Liat Kubil main gitar enak banget, tapi takutnya ganggu proses mixing akhirya nggak jadi.

2015.09.21.AbbeyRd_IndischeParty-5598

Terus apa pendapatnya Alan O’Connell tentang Indische Party?

Jakobus: Komentarnya sih dia bilang “beat kalian bisa berminggu-minggu nih di otak gue”

Jafar: Alan dasarnya memang suka the Velvet Underground, ya masuk lah kekupingnya doi

Tapi antara kalian dengan Alan sering miss communication soal bahasa dan permintaan gak?

Jacobus: Nggak pernah sih, sebenernya yang paling fasih itu David Tarigan yang kita ajak kesana sebagai mediator.

Jafar: Bahkan kita kalau ada apa-apa soal teknis minta ke David dulu baru sampein ke Alan hahaha

Oh, berarti David Tarigan sengaja dibawa sebagai mediator kalian? Atau dia mengsisi instrumen di kedua lagu ini?

Jakobus: Sebenarnya peran David di album terbaru kita sebagai produser. Musiknya lebih dijurusin lagi dengan selera dia yang sudah terpercaya.

Kubil: Nah, tadinya mau diisi keyboard gantiin posisinya Masmo (Sentimental Moods). Karena waktu yang terbatas akhirnya jadi produser juga.

Jakobus: David kita bawa bukan pilihan yang salah deh. Koneksi dia disana lumayan banyak. Kita kebantu banget ada dia selama disana.

Selama proses yang ngebut di kedua lagu ini menceritakan tentang apa sih?

Jafar: Kedua lagu ini memiliki tema yang sama, jalan-jalan ke Inggris, “On Vacation” pasti kan seputar senang-senang, piknik, dan reseknya gak mau pulang lagi dan “Kubutuh Poundsterling” versi dukanya. Dimana kita nukerin rupiah berapa gepok cuman dapet berapa lembar poundsterling. Musiknya lebih catchy berat walau cuman tiga chord. Rhythm N Blues dengan sound, beat, feel era sekarang dan kita pilih dititik tengahnya lah.

Dan rencananya kedua lagu yang kalian rekam di Abbey Road akan dirilis dalam format apa?

Jafar: Rencananya 7 inch kalau udah abis baru rilis format lain. Soalnya masternya udah di kita jadi bebas mau dirilis format apa saja. Dan lagu cuman dua, cocok lah! Dan awal November nanti, kita mau rilis video clip “On Vacation” di YouTube.

2015.09.21.AbbeyRd_IndischeParty-5667

Pastinya banyak cerita nih selama disana, bisa ceritain pengalaman-pengalaman apa saja yang paling diingat selama disana?

Jafar: Nonton gigs scene 60’an. Kejadiannya pas masuk toko vinyl terus ketemu cewek namanya Daniella, baru datang udah lirak-lirik sekilas tampangnya mirip Amy Winehouse campur Zooey Deschanel (dikit) hahaha. Langsung aja gue bilang “Kita ngeband loh, seperti band 60’an gitu cari aja namanya Indische Party. Coba say something dong buat dokumenter kita” dan dia malu-malu kucing gitu. Eh, besoknya ngirim pesan di Facebook ngajakin ke gigs cowoknya doi di Camden. Alhasil malam terakhir kita jadinya ke gigs itu, terus dijamu beli minuman.

Kubil: Di acara yang sama gue ketemu Keith Richard hahaha. Dandanan penontonnya aneh-aneh banget.

Jakobus: Iya, ada yang dandan kayak Clockwork Orange lah, Keith Richard lah, terus pas gue lagi ngerokok didepan tiba-tiba ada mobil hippies dateng.

Kubil: Total banget deh, walaupun band yang main gak ada yang nonton ahahha

Jafar: Pas kita lagi nongkrong didepan Abbey Road ada perempuan setengah baya nanya kita, ngapain berdiri disini? Soalnya Abbey Road kawasan eksklusif, yang berkepentingan saja yang bisa didepannya. Ya kita bilang aja kita rekaman didalam. Eh terus minta foto bilang “kalau udah terkenal jangan lupa sama tampang kita ya”. Abis itu langsung banyak yang mau foto-foto sama kita hahaha

Tika: Pengalaman pribadi gue adalah pas sholat ied sendirian. Karena biasalah gue terlambat bangun, terus dibawah ternyata diajakin ibu wisma berangkat ke masjid bareng. Kata David, elu mesti ikut soalnya once in lifetime experience lu bisa sholat ied di London. Ternyata pas setelah sholat ied, si ibu dan keluarganya masih ngobrol, silahturahmi sama duta besar jadi disaranin untuk pulang sendiri. Dengan bekal ingat ngobrol sama Iyo (panggilan akrab Jacobus) selama perjalanan kemaren.

Kalau nggak salah sempat dikunjungi duta besar Indonesia disana ya? Apa komentar dia soal Indische Party?

Jafar: Waktu itu dia datang pas banget proses mixing udah kelar. Lalu denger lagu “Kubutuh Poundsterling” nanya yang buat siapa? Gue cuman bisa nunduk gak jawab hahaha

Jakobus: Dia punya apresiasi tinggi sama band kita. Seneng sekaligus bangga.

Berarti semuanya ada di dokumenter nanti ya? Kapan mau dipublikasikannya?

Jafar: Masih proses nih. Sebenernya bukan dokumenter sebutannya yang pas. Mini dokumenter karena durasinya ngga sepanjang itu. Akhir tahun akan kita publish.

Jakobus: Palingan kita upload di youtube. Ya berbagi kesenangan kita selama disana. Perjalanan kita menuju perilisan 7 inch. Awal November besok juga kita mau rilis clip di YouTube.

Udah kepikiran 7 inch nanti artworknya berupa foto atau ilustrasi? Dan apa harapannya?

Jafar: Pastinya sih foto hasil dokumentasi dari kita. Sayang aja kalau cover artworknya ilustrasi, karena kita udah ambil stock foto banyak untuk dijadiin cover.

Jakobus: Harapannya apa ya? Nggak ngoyo juga sih. Rilis ya rilis… Diterima dan dinikmati ya syukur, kalau nggak ya terserah mereka (pendengar) deh.

Kubil: Semoga pada suka

Jafar: Kalau gue, semoga setelah kita rilis ini eksposurnya makin besar. Ada tawaran rekaman/main dimana-mana lagi di luar negeri.

Tika: Walaupun ini proses rekaman tercepat dan gak terlalu maksimal, semoga bisa diapresiasi banyak orang.

Bisa sampaikan pesan/kesan kalian dalam satu kalimat buat Converse Rubber Tracks?

Jakobus: Terima kasih udah memilih kita sebagai pemenang dan berangkatin ke Abbey Road.

Jafar: Semoga kedepannya band Indonesia banyak yang kepilih untuk rekaman di luar negeri dan dapat studio yang lebih keren.

Tika: Karena Converse Rubber Track bisa ngewujudin mimpi bokap gue. Soalnya bokap penggemar berat album Abbey Road dari the Beatles.

Photo : Courtesy Converse Rubber Tracks

 

 

 

 

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *